top of page

Berhala Diwajah Sang Imut ( BERDASI )

 

Allah menganugerahkan telinga untuk mendengar, mata untuk melihat dan hati serta otak untuk berfikir. Ketika seseorang melihat atau mendengar sesuatu, maka otak kita akan merespon terhadap obyek yang kita lihat. ( Qs. Al an’am 75 ).


Jika otak kita mengisyaratkan kalimat tidak suka, maka persoalan menjadi selesai. Karena kita akan segera mencari alternative terhadap sesuatu yang menyenangkan disukai. Tapi jika otak kita mengisyaratkan kalimat suka, maka intuisi kita akan bekerja semakin kuat dan tajam terhadap obyek sehingga pekerjaan mata dan telinga itu menghasilkan perasaan kagum.

Kagum, kekaguman atau mengagumi adalah pekerjaan hati setelah seseorang menyaksikan sesuatu yang menarik hati dan menyenangkan. Ibrahim As. Pernah mengagumi keindahan bintang-gemintang dilangit nun jauh disana. Maka ketika malam telah menjadi gelap, dia melihat sebuah bintang lalu berkata: “ Inilah Tuhanku “ . tetapi ketika bintang itu merambat pelan menjauh dari cakrawala pandangan matanya dan tenggelam dia mulai ragu dan bimbang lalu berkata lagi: “ aku tidak suka terhadap yang tenggelam “. Disaat kebimbangan mulai menyeruak lubuk hatinya, tiba-tiba dia melihat bulan menyembul dengan anggun keluar dari persembunyiannya diapun berkata: “ inilah Tuhanku “. Ibrahim menikmati indahnya bulan dan mulai bercengkerama dengannya. Tetapi sekali lagi Ibrahim kecewa setelah melihat bulan yang dikaguminya itu terbenam dan hilang dari pandangan matanya dia lalu berkata lagi: “ sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk buatku, pastilah aku termasuk orang-orang sesat “.

Jeritan hati Ibrahim yang dirundung kecewa dan bimbang terakumulasi menjadi alunan do’a dan suara hati yang merindukan keabadian. Kemudian tatkala dia melihat matahari dipagi hari yang indah muncul dari ufuk timur dengan sinarnya yang tajam mempesona diapun lalu berkata : “ Inilah Tihanku, ini yang lebih besar.” Maka tatkala mataharipun terbenam diufuk barat, dia berkata lagi: “Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan.”


Kita sering kagum kepada seseorang pada pandangan pertama, kedua dan ketiga yang kemudian menyeruak kedalam hati dan fikiran. Hati dan fikiran kita kemudian membayangkan untuk bisa menjadi seperti dia atau setidaknya meniru gaya, prilaku dan pikiran dia, kekaguman yang pada tahap tertentu meningkat menjadi penghambaan, tunduk dan patuh kepadanya.


Seorang bintang menjadi idola dan sangat dipuja-puja oleh pengagumnya karena berbagai kelebihan yang ia miliki. Maka berbagai atribut yang berhubungan dengan sang bintang menjadi obsesi pengagum dan hiasan warna-warni kehidupanya, dari potongan rambut, gaya hidup sampai pada hal-hal yang bersifat pribadi, didalam kamar, meja belajar, tas sekolah hingga pada wallpaper hand phone yang ia miliki. Bahkan tidak sedikit pengagum berat nan fanatik kemudian berperan seolah-olah dirinya telah menjadi figure dari sang bintang. Ia telah menjadi panutan dan figure bagi para pengagumnya.

Fenomena Kehidupan
 

Menganut dan meniru seseorang yang dikagumi telah menjadi fenomena kehidupan sepanjang sejarah manusia. Bahkan Rasulullah Swa. Sendiri telah memprediksi akan tejadinya kebiasaan meniru orang yang terdahulu pada umatnya. “ Sungguh engkau sekalian akan meniru kebiasaan ( sunnah ) orang-orang sebelum kamu sekalian. Bagai melesatnya anak panah yang diikuti oleh anak panah berikutnya, sehingga jikalau mereka memasuki lubang biawak yang sempit, gelap dan pengap, engkau sekalian akan mengikutinya”. Para sahabat dengan heran menanyakan itu kepada Rasulullah yang mulya. “ apakah mereka itu orang Yahudi dan Nasrani ya Rasulullah ?”. Rasulullah menjawab dengan pasti “ kalau bukan mereka siapa lagi ?”.


Meniru, mengcopy atau mengadopsi sesuatu yang baik sepanjang tidak bertentangan dengan Al qur-an dan As-sunah adalah Jaaiz ( boleh ) secara ijma’. Rasulullah Saw. meniru penduduk Persia ( Iran sekarang ) untuk menggali parit ( khondaq ) sekeliling madinah guna menghambat laju tentara musuh saat perang khondaq atau perang ahzab, yaitu perang melawan tentara sekutu yang dipimpin oleh tentara kafir quraisy.


Dalam beberapa hal, Islam sendiri banyak memberikan ta’yid ( pengukuhan ) terhadap tradisi jahiliyah yang memang baik dan memberikan maslahah, seperti sistem pernikahan, jual beli, pinjam-meminjam dan lain-lain yang menyangkut kemaslahatan umat sepanjang tidak bertentangan dengan aturan syar’i. Didalam istilah fiqh, adat-istiadat dan tradisi itu disebut dengan ‘urf.


Fenomena kehidupan terkini, orang tidak bisa maju tanpa meniru dan mengadopsi orang lain. Ada alih tehnologi, ada penyerapan budaya, ada tranformasi system, ada pengembangan science dan banyak lagi hal-hal keduniaan yang saling membaur dan mempengaruhi satu sama lain. Meniru sang bintang, menjadikannya idola juga sesuatu yang jaaiz sepanjang tidak berbenturan dengan aturan syar’i dan untuk kemajuan. Daya kompentitif mesti dihidupkan, semangat untuk maju dan menang haruslah selalu terbina agar kita tidak terpinggirkan hanya sebagai obyek ( maf’ul ), tetapi ikut berkiprah sebagai subyek ( faa’il ).


Islam itu manhaj robbani, ajaran Allah yang memiliki kemutlakan dan rahmah, basyiiran wa nadziiran, tarhiib dan targhiib. Sesuatu yang baik, tetaplah baik walau pencetusnya seorang anak atau yahudi dan kuffar. Demikian pula keburukan, ia tetaplah buruk dan tidak akan berubah menjadi baik walau yang melakukan itu orang yang sudah dewasa atau mukmin. Karena kebenaran itu datangnya dari Rabbmu dan janganlah kamu sekali-kali menjadi orang yang ragu. Qs. 2 : 147.


Meniru seseorang yang kita anggap lebih itu manusiawi. Meng-idola-kan sang bintang juga manusiawi. Keinginan untuk menjadi bintang dan menjadi popular juga manusiawi. Tetapi etika islam memberikan batasan agar kita tidak ghullu, melampaui batas yang telah ditetapkan oleh Allah dan RasulNya. Karena ghullu itu adalah penyebab utama terjadinya kesyirikan yang dimulai dengan rasa kagum, hormat, mencintai, mengikuti dan menghambakan diri. Nah,….. pada tahap akhir ini, seseorang telah terperangkap oleh pusaran syirik terhadap orang yang dikaguminya.
Kekaguman seseorang pada orang lain selalu memiliki daya tarik untuk mengikuti dan meniru terhadap yang dikaguminya. Bahkan tidak sedikit kekaguman itu kemudian berubah menjadi rasa cinta yang mendalam dan ingin memilikinya. Bila tidak bertemu barang sesaat, ia akan merasa resah dan kehilangn. Demikian sebaliknya, apabila telah bertemu atau melihat atau mendengar suaranya, maka ada perasaan tenang dan nyaman bercengkerama dengannya walau mungkin hanya bersifat imaginative dan lamunan. Seseorang pada tahap ini telah merelakan dirinya untuk menjadi hamba yang siap mengabdi dan berkorban untuknya.


Etika Islam
 

Mengidolakan seseorang, mengagumi dan mencintainya adalah apresiasi dari nikmat Allah yang telah diberikan kepada manusia. Tetapi seberapa besar porsi yang diberikan adalah batasan yang tidak boleh melampaui rasa cinta kita kepada Allah dan RasulNya. Katakanlah: " jika bapa-bapa kamu, anak-anak kamu, saudara-saudara kamu, isteri-isteri kamu, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatir kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya." Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. Qs. 9 : 24.


Melebihkan rasa cinta kepada selain Allah adalah bentuk kesyirikan. Memberikan penghambaan kepada selain Allah juga bentuk kesyirikan yang lain. Demikian pula melebihkan sang bintang terhadap Allah dan RasulNya untuk berqudwah kepada sang imut melebihi qudwah kita kepada Nabi Muhammad Saw. adalah memposisikan dia sebagai thoghut dan tuhan-tuhan selain Allah. Oleh karena itu porsi yang kita berikan adalah bahwa Allah dan RasulNya adalah diatas segala-galanya, diatas seluruh mahlukNya.


Ketika Rasulullah Saw. suatu hari berpapasan dengan ‘Adi yang mengenakan kalung rosary ( kalung salib ) sebelum menjadi muslim. Rasululllah Saw. membacakan firman Allah: Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah kepada Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. Qs. 9 : 31.

Mendengar itu ‘Adi serta-merta menjawab: Kami tidak menyembah mereka. Rasulullah Saw. lalu meneruskan: “ bukankah mereka itu menghalalkan apa yang diharamkan Allah lalu kamu semua ikut menghalalkannya. Dan bukankah mereka juga mengharamkan apa dihalalkan Allah lalu kamu semua ikut mengharamkannya ?”. ‘Adi menjawab: kalau demikian ya, benar. Maka Rasulullah Saw. kemudian bersabda : “ demikian itulah beribadah mereka kepada mereka “. ( beribadahnya manusia kepada manusia yang lain ).

Jadi, untuk menjadikan mahluk sebagai tuhan, tidaklah seseorang harus bersujud dan ruku’ kepadanya. Tetapi cukup dengan mengikuti cara dan konsep yang diberikan yang bertentangan dengan aturan syar’i. Demikian pula berqudwah kepada sang imut, meniru dan mengikuti sang idola, tunduk dan patuh kepada pemimpin yang bertentangan dengan aturan Allah dan RasulNya adalah penuhanan terhadap mahluk-mahluk selain Allah, arbaaban min duunillah.

Sang imut atau sang bintang, atau apa saja selain Allah sewaktu-waktu dapat berobah peranannya menjadi thoghut, menjadi berhala dan bahkan menjadi tuhan selain Allah apabila kita didalam berpihak, berqudwah melebihi kepemihakan dan qudwah kita kepada Allah dan RasulNya Saw. Na’udzu billah.

By KH. Musthofa Muntasam Lc di Januari 15, 2012

FOLLOW US:

  • Google+ B&W
  • Facebook B&W
  • LinkedIn B&W

© 2023 by Funeral Home. Proudly created with Wix.com

bottom of page