
PONDOK PESANTREN AL-HIKMAH
Palirangan, Solokuro, Lamongan 62265
Tumbuh Bersama Masyarakat dan Pemuda
Sirah Nabawiyah 1
I. Pendahuluan
Beliau adalah Muhammad bin Abdullah bn Abdul Mutholib bin Hasyim……..dst. sampai Adnan keturunan Ismail bin Ibrahim. Semuanya dari keluarga yang memiliki keduduknan dan terkemuka dizamannya. Karena itu Abu Sufyan ( sebelum Islam ) tidak dapat menyembunyikan kebesaran dan keluhuran keluarga Rasulullah Saw. Ketika ditanya oleh Najasyi. “Sesungguhnya Allah memilih Kananah dari anak-anak Ismail, dan memilih Quraisy dari keturunan Kananah dan dari Quraisy memilih Hasyim kemudian dari Hasyim memilih Muhammad saw. ( Muslim 4/1782/H.2276 )
Nabi Muhammad Saw. Terlahir pada 12 Rabiul Awwal tahun Gajah ( 571 M ) yang sebelumnya telah ditinggal mati oleh Ayahnya. Karena ditahun sang sama terjadi peristiwa bersejarah yang membuktikan kebencian Yahudi dan Nasrani kepada Islam yaitu penyerbuan Ka’bah oleh tentara Gajah yang dimpimpin Raja Abraham yang beragama Nasrani dari Habasyah ( Ethiopia sekarang )
Pemberian nama Muhammad tidaklah sekedar pilihan orang tuanya semata, melainkan atas petunjuk dan Bimbingan ilahi. Ibunya ketika hamil bermimpi didatangi Jibril dan memerintahkan agar anak yang dikandungnya diberi nama Muhammad, karena namanya telah terdapat didalam Injil dan Taurat sebagai Ahmad yang dipuji oleh seluruh penduduk langit dan bumi. Sedang namanya didalam Al qur-an adalah Muhammad. Maka Beliau memberitahukan kepada Kakeknya Abdul Mutholib untuk diberi nama tersebut. ( Ibnu ‘asyakir dan Ibnu Hisyam )
Ketika berusia enam tahun, Ibunya St. Aminah meninggal dunia di Abwa’ -nama desa kecil disebelah selatan kota Yatsrib ( Madinah )- sepulang dari Madinah menengok keluarga Ayahandanya. Dari Ibunya kemudian diasuh oleh Kakeknya Abdul Mutholib, kemudian oleh Pamannya Abu Tholib.
Keluarga Rasulullah yang memang terhormat dan memiliki kedudukan dilingkungan kaumnya sebagai jawaban atas tuduhan dan anggapan para Orientalis dan orang-orang yang tidak beriman bahwa Muhammad berambisi untuk mendapat kedudukan dikaumnya dengan menyebarkan Risalah Islam yang dibawanya.
Sedangkan keyatiman Beliau merupakan pelajaran bagi para Yatim yang lain bahwa ditinggal mati orang tua bukanlah hambatan dan halangan untuk berperan lebih baik dan maju kedepan bersaing dengan lainnya. Karena dengan yatim semakin menjadikan seseorang cepat matang dan dewasa untuk bertanggung jawab atas dirinya sendiri dan terhadap semua mas’uliyah yang dipikulkan diatas pundaknya dengan kemandirian dan percaya diri.
Diusianya yang keempat, operasi pembersihan dada Muhammad Saw. terjadi ketika sedang menggembalakan kambing bersama saudara sesusuannya untuk mengeluarkan bagian hitam lalu dicucinya dengan air zam-zam oleh Malaikat Jibril. ( Muslim 1/147/ H. 261 )
Kegiatan Muhammad Kecil sampai dewasa sebagaimana kegiatan anak-anak yang lain dan pemuda pada umumnya. Kecuali bahwa Beliau dihindarkan dari kebiasaan buruk yang tidak terpuji seperti pada umumnya tradisi Jahiliyah sebagai tanda dari sekian tanda-tanda kenabian Beliau.
Ketika Beliau bergabung bersama anak-anak Quraisy lainnya mengambil batu untuk memperbaiki Ka’bah yang runtuh karena banjir, Pamannya Abbas bin Abdul Mutholib menyarankan agar sarungnya dilipat untuk mengganjal pundaknya guna mengangkat batu agar tidak lecet. Ketika Beliau hendak melakukannya tiba-tiba sarungnya terjatuh dan menutupi kembali auratnya. ( Buchori fath 3/24/H.364 dan Muslim 1/268 / H. 340 )
Dan ketika upacara perayaan tahunan diselenggarakan, Abu Tholib dan Istrinya marah kepada Muhammad Saw. karena tidak ikut serta memuja patung Bawanah. Maka ketika hendak pergi menuruti keinginan Pamannya, datanglah seorang laki-laki putih, tinggi dan menahannya agar tidak menyentuh patung tersebut, maka Beliau setelah itu tidak pernah lagi mengikuti pesta tahunan sebagaimana yang dilakukan masyarakat Jahiliyah. ( Thobaqot Ibnu Saad 1/158 )
Peristiwa pembelahan dada Muhammad Saw. adalah persiapan jasadiyah dan nafsiyah kepada seseorang yang kelak akan menjadi Pemimpin dengan tugas berat dan Pesuruh Allah yang bakal menerima dan meyampaikan Wahyu kepada umatnya yang musyrik. Pekerjaan yang tentu saja mengandung resiko permusuhan, tantangan dan hambatan baik jasadi maupun nafsi.
Sedangkan pemeliharaan Allah dari kebiasaan-kebiasaan buruk jahiliyah merupakan bukti bahwa Allah mengharamkan kepada NabiNya kebiasaan dan tradisi yang buruk tidak terpuji yang kemudian diharamkan pula oleh Islam kecuali yang bersifat dloruroh ( terpaksa )telah janda mati dua kali dan berusia 40 tahun. Perkawinan ini didahului dengan hasrat Lhodijah yang ketika itunmenolk .
Ketika menginjak dewasa ( 25 Tahun ) Beliau menikah dengan St. Khodijah binti Huwailid yang ketika itu telah menjadi janda mati dua kali dan berusia 40 tahun. –lima belas tahun lebih tua dari Muhammad Saw.- Perkawinan ini didahului dengan hasrat Khodijah yang sangat kuat yang ketika itu telah menolak beberapa kali lamaran pembesar-pembesar Quraisy.
Tetapi Khodijah memintanya lebih dahulu setelah Muhammad Saw. bekerja dengannya dan mengetahui betapa ahlaq Beliau Saw. yang luar biasa mulyanya. Bahkan Khodijah sendiri telah mengadakan pengamatan dan penelitian sebelum akhirnya diputuskan untuk meminangnya.
Dari perkawinannya ini Beliau dikaruniai anak yaitu; Qasim, Zaenab, Ruqaiyah, Umu Kultsum, Fatimah, dan Abdullah. Anak-anak Beliau yang laki-laki meninggal dunia ketika masih kecil, sedangkan anaknya yang perempuan masuk islam dan ikut hijrah bersama Beliau ke Madinah.
Keinginan Khodijah terhadap Muhammad Saw. menunjukkan betapa ahlaq Beliau melebihi ahlaq manusia yang lain. Demikian pula kemuliaan dan kedudukan Khodijah ditengah-tengah kaumnya setelah ia beberapa kali menolak lamaran Pembesar-Pembesar Quraisy nan kaya
Bila Muhammad Saw. yang berusia 25 tahun menikah dengan seorang janda dua kali berusia 40 tahun, membuktikan bahwa perkawinan Muhammad Saw. tidaklah berangkat dari pemenuhan syahwat semata. Tetapi lebih berwawasan strategi, kehomatan dan perjuangan. Pasangan ini berlangsung damai penuh rahmat dan barokah sampai akhirnya Khodijah meninggal dunia diusia 65 tahun. Sedangkan Rasulullah Saw. tidak berpoligami dengan seorang wanita manapun kecuali setelah Khodijah meninggal dunia.